EVENTS
MLDare2Perform adalah ajang pencarian musisi dan vokalis, pemenangnya akan mendapatkan kesempatan untuk tampil bersama musisi-musisi Indonesia di Java Jazz Festival 2020.
Peserta menguasai salah satu instrumen seperti vokal, gitar, bass, drum, keyboard/piano, atau wind & brass section dan bebas membawakan materi lagu apapun, kemudian meng-upload video aksi skill mereka dalam bermain salah satu instrumen dengan durasi maksimal 3 menit.
Di setiap instrumen akan dipilih beberapa peserta terbaik untuk masuk ke tahap berikutnya yaitu tahap live audition dimana setiap peserta akan diseleksi dan nantinya akan dimentori oleh masing-masing musisi di bidang nya yaitu: Nikita Dompas (kategori: Gitar), Indro Hadjodikoro (kategori: Bass), Syaharani (kategori: Vocal), Aksan Sjuman (kategori: Drum), Adra Karim (kategori: Keyboard/ Piano), Devian Zikri (kategori: Wind & Brass Section).
JUDGES
SYAHARANI
Known as Jazz singer with remarkable voice with warm husky vibes. She somehow chooses her own list for concert, a list of various genres always melting ...
NIKITA DOMPAS
Nikita Jeffrey Dompas (guitarist, band leader, music producer and music arranger) born and raised in Jakarta – Indonesia on 14 April 1981 ....
DEVIAN ZIKRI
Devian Zikri learned music since 15 years old with guitar as an instrument. He joined high school band, and university band as a guitar player. At the age 0f 23, he witnessed the great Sax player in Indonesia ...
INDRO H.
Mengawalinya, dengan menjadi perkusionis, lalu juga harmonika. Mulai terasa bahwa kegemarannya pada musik ...
AKSAN SJUMAN
Aksan Sjuman menempuh pendidikan musik (Dipl.M. Musiker) di Folkwang Hoechschule, Essen-Jerman pada tahun 1995. ...
ADRA KARIM
Azfansadra Karim, dari Jakarta, Indonesia. Mulai bermain piano sejak kecil dan pada awal 2000an mulai fokus ke musik Jazz. Berguru dengan banyak musisi di Jakarta dan mengikuti program pra-kuliah di IMDI. ...
SYAHARANI
Known as Jazz singer with remarkable voice with warm husky vibes. She somehow chooses her own list for concert, a list of various genres always melting on her mindful character.
As a live and session performer, she played with various international artists including Al Jarreau, Yellow Jackets, Michael Paulo, Dave Koz on their Indonesian Concert's, and was also collaborated with many Indonesian music icons such as Iwan Fals, Slank, Dian Pramana Poetra, Fariz RM, Erwin Gutawa, etc.
In 2001, Syaharani was part of North Sea Jazz Festival representing Indonesia’s delegation along with Ireng Maulana All Stars. Syaharani has three solo albums, before she started her ESQI:EF and R2 project. A compilation album "Love" was released in 1999. Another solo album called "Magma" was released on 2002, but this is a different one, contains world music and a bit taste of Trip-Hop.
Self-titled album "Syaharani" - released in 2004, was produced by Sandy-Sangaji Music Indonesia, all are live recorded at LionStudio Singapore with respected Jazz musicians from Indonesia such as: Bubi Chen, Oele Pattiselano, Jefry Tahalele, Benny Likumahua, Cendy Luntungan, also some Jazz fellows from Singapore and United States as well.
Apart of being a musician and a singer, Syaharani was also a model for product advertisement Johnson & Johnson Baby in 1988, and part of live musical play in "Madam Dasima" (1st role) & "Galery of Kisses" (2nd role) in 2000. In 2010, she released one handbook, titled "Life Stage Delight" via Gramedia Indonesia.
NIKITA DOMPAS
Nikita Jeffrey Dompas (guitarist, band leader, music producer and music arranger) born and raised in Jakarta – Indonesia on 14 April 1981. He began work on instrument guitar seriously when he was 17 years old under the guidance of renowned jazz guitarist Oele Patiselano – Indonesia.
Then he continued his guitar studies underthe guidance of Ahmad Ananda and also with Guenter Weiss, Max Zentawer (both guitarist and music educator from Germany), John Stowell (United States), Hideaki Tokunaga (Japan).
In 2003 – 2006, Nikita decided to deepen their knowledge in the field of music into a music school founded by pianist and music teacher graduates in Germany, Tjut NyakDeviana Daudsjah and Aksan Sjuman the Institut Musik Daya Indonesia (IMDI).
At IMDI, he not only learn the guitar, but also explore Composition (Classical and Jazz),Arrangement, and Pedagogy. At the age of 25 years in 2006, Nikita getting his bachelor’s degree from the Institut Musik Daya Indonesia as the Viewer and Music Educators. And also to continue his career in the field of the viewer and teacher.
As a guitarist, Nikita Dompas have worked with quite a lot of names (names that have been familiar in the world of pop, jazz, and rock music) in Indonesia, among others: Indra Lesmana, Benny Mustafa, Benny Likumahuwa, Oele Patiselano, Tjut Nyak Deviana Daudsjah, Yance Manusama, Barry Likumahuwa Project, Tomorrow People Ensemble, Souleh n Soulehah, Humania, Aksan Sjuman , Tika and The dissidents, Andien, Jamie Aditya, Vina Panduwinata, Rieka Roslan, Glenn Fredly,Dewi Sandra, Melly Goeslaw, Ayushita, Calvin Jeremy, Dewi Lestari, Andi Rianto,Erwin Gutawa Orchestra ,Aminoto Kosin Orchestra and others .
Not only with local musicians, Nikita also been working with several internationalmusicians such as Peter Scherr, Masako Hamamura, Hideaki Tokunaga, Haggai Cohen Milo, Gerard Albright, Lenny Castro, Paul Roth, Joe Beaty, John Beaty, etc
He played in various jazz festivals in Indonesia and overseas : Java Jazz International Jazz Festival, Jazz Goes To Campus, Malacca Strait Jazz Festival,Indonesia Open Jazz, Taichung Jazz Festival, the International Association of Jazz Students, Jazzahead Festival in Bremen Germany and others
In 2009 he starting his new role in the music business . as a bandleader forIndonesia’s finest pop jazz singer Andien Asiyah . And also produced her comeback record together with Rifka Rachman. He continues to work and produce music with Andien up until now
In 2012 he joined one of Indonesia’s best Pop Rock Group “POTRET” alongside Melly Goeslaw , Anto Hoed, Aksan Sjuman and Merry Kasiman. They’re currentlyworking on their newest record. To be released in 2015
In 2014 Nikita is working with film director Angga Dwimas Sasongko for the Movie“Cahaya dari Timur” as a film composer. The movie is produced by the singer GlennFredly . To be release in June 19th 2014 all over Indonesia. The Music Score was nominated in Piala Maya 2014.
INDRO H.
Mengawalinya, dengan menjadi perkusionis, lalu juga harmonika. Mulai terasa bahwa kegemarannya pada musik, seolah memberikannya semangat hidup ekstra. Ia menemukan keasyikan tersendiri. Apalagi ia teringat, kakaknya, yang bisa disebut guru musik pertamanya berpesan padanya Bermain music adalah kegembiraan. Agaknya, kesukacitaan itu mulai menjalari hati, jiwa dan pikirannya. Apalagi ketika ia lantas berpindah instrumen, dan mulai mengakrabi bass. Walau terhitung instrumen yang relatif besar, untuk ukuran badannya. Tapi ia mulai makin menemukan kegembiraan dan keasyikan dalam musik. Ia mulai menekuni musik lebih serius, ketika menjumpai guru bass pertamanya, seorang bassis yang waktu itu tergolong musisi muda, Bintang Indrianto. Dari situ, ia belajar lebih dalam dengan Indra Lesmana, Erwin Gutawa dan juga saxophonist kawakan, Maryono. Lalu, ia bertemu dengan seorang Tohpati Ario Hutomo, di sebuah kursus untuk grup-band.Tohpati, Halmahera, Simak Dialog. Lalu? Maka dari sinilah cerita panjang seorang Indro Hardjodikoro,menjadi lebih jelas lagi. Kenangnya, bertemu Tohpati sebenarnya tak sengaja. Mereka saling memperhatikan permainan masing-masing waktu itu. Tohpati sendiri ingat, Indro itu dikenalnya sebagai pemain perkusi dan…biasa aja!
Tapi itu cerita awal. Ketika Indro bermain bass, Tohpati lantas mengajaknya masuk formasi kelompok Halmahera. Grup inilah yang merupakan titik tolak terawal, dari perjalanan musiknya. Ini grup yang besar lewat festival band paling bergengsi saat 1980-an silam, Light Music Contest. Yang lalu berubah nama menjadi Band Explosion. Bersama Halmahera, Indro menyelesaikan dua album rekaman, di awal 1990-an. Setelah Halmahera dengan album Kuyakini dan Khayalanku, Indro melanjutkan perjalanan musiknya bersama Tohpati dengan masuk formasi Simak Dialog. Dengan grup ini, Indro dan Tohpati bermain bareng Riza Arshad dan Arie Ayunir. Kelompok ini menghasilkan dua album rekaman, Lukisan dan Baur, bersama Indro. Ditengah sibuknya perjalanan mereka, Indro sempat memperkuat group Earth Music, bergabung dengan Cendi Luntungan (drums), Arief Setiadi (saxophone), Indra Lesmana (keyboard) dan perkusionis asal Australia, Ron Reeves.
Persahabatan antara Indro Hardjodikoro dan Tohpati Ario,berlangsung terus. Bisa dibilang, ini merupakan persahabatan gitaris-bassis yang tak lekang dimakan waktu. Dunia musik Indonesia, mencatatnya sebagai persahabatan intens dua musisi, dari generasi atau era yang sama, yang sulit dicari tandingannya. Satu sama lain, menemukan kecocokannya. Bersinergi, untuk menghidupi kedua belah pihak. Artinya, saling memberi inspirasi…. Mereka berdua, menjadi lebih berarti ketika digamit Erwin Gutawa untuk mengiringi Ruth Sahanaya, pada konser solonya di Graha Bhakti Budaya, di awal 1990-an. Konser Ruth Sahanaya tersebut, bisa disebut salah satu konser pertama dari penyanyi solo di Indonesia. Selepas konser tersebut, Indro dan Tohpati, masuk mendukung Erwin Gutawa Orchestra. Selain itu juga mendukung Addie MS dengan Twilite Orchestra-nya. Berlanjut kemudian, mendukung Andi Rianto dengan Magenta Orchestra-nya. Dan sejak awal 1990-an, nama Indro Hardjodikoro juga makin dikenal sebagai salah satu bassis yang laris mendukung banyak rekaman. Baik pop maupun jazz, dan musik lainnya. Begitu pula halnya dengan Tohpati, sahabatnya. Sulit untuk dihitung, ada berapa banyak rekaman album yang menggunakan Indro Hardjodikoro sebagai bassis. Begitupun dengan konser-konser musik. Termasuk mendukung berbagai acara musik di layar kaca, salah satunya adalah ajang Indonesian Idol. Indro memang langsung menjadi begitu aktif di pentas dan rekaman musik, dari 1990-an hingga saat ini. Menapaki Karir Internasional
Karir musik Indro, diisinya pula dengan mengecap pengalaman bermain dengan berbagai musisi luar negeri. Termasuk juga melanglang buana. Seperti ia bersama Dwiki Dharmawan dan band-nya, bermain di New York, Chicago, Saint Louis dan Beijing. Ia juga bermain dengan Andy Suzuki, Steve Thornton, Roger Burn, Sadao Watanabe dalam Dwiki Dharmawan World Peace Ensemble. Kemudian tur dengan saxophonis ternama, Eric Marienthal di beberapa kota di Indonesia. Selain itu, ia juga bermain dengan Kenny Garret, Dave Koz, Michael Lington, Michael Colina. Memiliki pengalaman bermain dalam rekaman bersama para musisi kenamaan internasional seperti Howard Levy, Earnie Adams, Frank Gambale. Terlibat pula dalam rekaman album penyanyi kesohor Malaisya, Sheila Madjid. Diajak ikut mendukung rekaman album Dira Sugendi, yang diproduseri musisi internasional, Bluey, yang adalah leader kelompok Incognito. Bass Players, The Fingers dan Solo Project
menginjak era 2000-an, waktu terus berlangsung. Karir musik Indro Hardjodikoro kian berkembang. Dan perkembangannya adalah, ia mulai aktif berkiprah sendiri. Tak lagi selalu bersama Tohpati. Antara lain yang bisa dicatat, eksplorasinya terhadap bass yang lebih intens. Namun secara keseluruhan, Indro tak banyak berubah. Ia tetap bassis yang friendly, berteman dengan semua musisi. Penuh senyum, di atas maupun di luar panggung. Kalau disebut sebagai perpisahan dengan sahabatnya, Tohpati, kenyataannya tidaklah persis begitu. Karena mereka tetap saja,memiliki waktu untuk kembali bersekutu dalam sebuah band. Bentuk eksplorasinya terhadap bass antara lain ia mencoba membentuk formasi bass-band, dengan salah satu muridnya, Nissa Hamzah. Juga bassis Arya Setyadi. Sebelumnya, berkumpul dengan guru dan senior-nya, Bintang Indrianto dan AS.Mates dalam formasi The BASS Players. Ia juga membentuk formasi solo-project, mengawalinya dengan formasi trio bersama Lal Intje Makkah dan Inang Noorsaid. Indro juga sempat mendukung rekaman dan pementasan para bassis tanah air, Bass Heroes. Konsep Bass Heroes ini menampilkan 13 orang pemain bass terkemuka tanah air.
Solo projectnya diteruskannya tetap dengan Lal Intje Makkah, tapi dengan drummer muda, Demas Narawangsa. Ia juga meneruskan eksplorasi kolaborasi bassis-nya, dengan membangun The 3-Fingers, bersama Fajar Adi Nugroho dan Shadu Rasjidi. Ia juga mulai rajin menciptakan lagu dan memainkannya dengan kelompok musiknya. Hingga, lahirlah debut solo-albumnya, Feels Free. Sementara grup the 3-Fingers, lantas menjadi the Fingers, dengan tetap bersama muridnya, Fajar Adi Nugroho. The Fingers telah menghasilkan album Travelling. Kelompok bentukannya, The Fingers, malah sempat melanglang hingga Rusia. Indro Hardjodikoro & The Fingers, sudah berkesempatan tiga kali tampil di negeri Rusia. Kali kedua, mereka melakukan tur ke beberapa kota. Selain itu tampil pula di beberapa negara di Eropa Timur yaitu Serbia, Rumani dan Bulgaria. Sebuah kesempatan yang harus disyukuri, di saat kelompoknya masih seumur jagung, tapi sudah berhasil tampil di luar negeri. Karena penampilan di depan penonton luar negeri itu, Indro mengembangkan musik dari kelompok The Fingers, dengan antara lain menyelipkan unsur-unsur musik tradisi Nusantara pada olahan musik yang mereka tampilkan.
DEVIAN ZIKRI
Devian Zikri learned music since 15 years old with guitar as an instrument. He joined high school band, and university band as a guitar player. At the age 0f 23, he witnessed the great Sax player in Indonesia, Maryono (rip) playing at Jamz pub Blok M. Devian really moved by his playing, and become interested in saxophone. He bought his first sax and started to learn from books. He taught himself, and some with the help of Maryono and Embung Rahardjo (rip). They gave him some guidance and tips.
In the age of 26 and just graduated from Universitas Trisakti Fakultas Ekonomi Jakarta, Indonesia, he applied to Berklee College of Music in Boston, USA and got a scholarship award. While studying in Boston, he gained experience by playing with students from all around the world, and played with some local musicians in Boston. He graduated from Berklee in 1999 with the honorary Magna Cum Laude.
In 2000, at the age of 30, Devian came back to Indonesia and started playing in some cafe's, pub and playing among indonesia's top musician. Ireng Maulana, one of senior Musician in Indonesia (founder of Jak Jazz), got an eye on him and recruit him to join his band. Playing with ireng Maulana several times, Devian gain more experiences in playing on stage. At the year of 2002, Chico Hindarto, one of jazz music producer at that time, recognize him, his talent and listen to some of his composition. Chico agree to join with Devian to finance and release his debut album, "Spring Time" on 2002. The album got well reviewed and nominated in Best Jazz Album of the year by AMI Awards (Anugerah Musik Indonesia).
In 2008, One of major label in Indonesia, Platinum Records, recruit devian and signing him as their artist and produce his second album, entitled "Freedom of a Dream" and featuring a lot of Indonesia’s top musicians and singers including Andien, Tohpati, Mawar, Nita Aartsen, Donny Suhendra, Glenn Dauna, Iwan wiradz, and many others. After just a year the album is becoming a number one selling of jazz instrumentalist artist in Indonesia at that time.
Since then, he released 2 more album under Platinum records."Morning Glance" (2011).This album receive nomination from AMI awards at the same year, and "I Love You" (2014).
Till now Devian still active in music industri in Indonesia and regularly invited to play in Jakarta International Java Jazz Festival, Jak Jaz Festival, and other Jazz Festival across Indonesia. His appearance is also seeing on TV, with his own band, and as featuring alongside other artist. Till now. His saxophone tracks already in several album like Dina Mariana, Lucky Idol, Sierra Sutedjo, Andezz, Vonny Sumlang, Bubi Chen, and many more. His collaboration including Afgan, Kerispatih, Toni Q, and others. He also the producer of several album including Lucky Idol and Cindy Bernadette
AKSAN SJUMAN
Aksan Sjuman menempuh pendidikan musik (Dipl.M. Musiker) di Folkwang Hoechschule, Essen-Jerman pada tahun 1995. Sekembalinya ke Indonesia ia bergabung dengan grup musik “Dewa 19”, setelah itu mendirikan grup “Wong Acid” dan sampai sekarang masih aktif dalam “Potret”. Aksan kemudian dikenal dalam dunia musik jazz, ia tampil serta melakukan sejumlah rekaman dengan grup “Humania” dan Indra Perkasa “Reborn”,maupun musisi jazz senior Indonesia seperti Bubi Chen, Benny Likumahuwa, Oele Patiselano, Margie Segers dan sejumlah musisi lainnya. Selain itu ia telah merilis album solo bersama musisi jazz internasional Joe Rosenberg, Peter Scheer dan Masako Hamamura, dalam grup “Quartet East”, dan membuat sejumlah proyek pribadi seperti “Glimpse” (2012) yang mulai melibatkan efek visual. Tahun 2007 ia memulai proyek ‘Aksan Sjuman and The Committee of The Fest‘ (ASATCOTF) yang menggabungkan elemen musik jazz, rock, pop dan lainnya, dan mengeluarkan album pertama mereka di tahun 2014.
Di tahun 2006, Aksan mulai berkarir dalam dunia film nasional sebagai Film Scorer dan memperoleh sejumlah penghargaan antara lain untuk film “Laskar Pelangi”, “Belenggu” dan “Sokola Rimba”. Sejumlah proyek musik film tersebut melibatkan rekaman dengan orkestra internasional di Hongkong, Cina, dan Perancis, dimana semua penataan musik dan conducting dilakukan oleh Aksan sendiri. Selain untuk film dan sejumlah iklan, Aksan juga membuat komposisi dan aransemen musik untuk Kreativitaet Dance Company Indonesia dan Sekolah Ballet Sumber Cipta, dan sejak tahun 2010 ia turut berkontribusi dalam dunia pendidikan musik Indonesia dengan mendirikan Sjuman School of Music. Sepanjang tahun 2012, Aksan bekerjasama dengan sutradara Mirwan Suwarso (MSP Entertainment) dan Djarum Foundation, sebagai Music Director dan Composer dalam pertunjukan Drama Sinema wayang modern yang diiringi musik rock dalam format orkestra.
Tahun 2013 Aksan diangkat sebagai Ketua Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta. Saat ini ia pun sedang berkonsentrasi membuat alat musik dengan brand “Sjuman Instruments” yang baru saja launching di bulan April 2015.
ADRA KARIM
Azfansadra Karim, dari Jakarta, Indonesia. Mulai bermain piano sejak kecil dan pada awal 2000an mulai fokus ke musik Jazz. Berguru dengan banyak musisi di Jakarta dan mengikuti program pra-kuliah di IMDI. Sejalan dengan itu, sudah menjadi musisi yang cukup aktif di Indonesia, selain sebagai 'sideman' dari band-band Indonesia seperti GETAH, POTRET, Andien dan juga sebagai arranger, komposer dan musisi studio.
Pergi ke Belanda pada tahun 2006 untuk mempelajari Jazz Organ di ArtEZ, Enschede dan Prins Claus Conservatorium (PCC), Groningen. Belajar dengan sejumlah musisi dari Eropa dan Amerika Serikat seperti David Berkman, Jasper Soffers, Marc van Roon, John Hondorp, Michael Moore, Alex Sipiagin dan banyak lagi. Bekerja bersama dan melakukan tur di Eropa (Belanda, Italia, Spanyol, Jerman, Denmark, Lithuania, Latvia, Estonia, Slovenia) dengan berbagai musisi, Big Band dan proyek musik dari negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Amerika Latin, Afrika dan Asia. Termasuk proyek orkestra dengan John Clayton, Stageband Big Band Groningen, PCC combo feat. Randy Becker. Pada tahun 2013 mendapat kesempatan untuk mewakili Groningen di ‘Jazz Dag Rotterdam’ sebagai the Next Generation Jazz.
Setelah mendapatkan gelar Bachelor of Music di PCC, Groningen pada tahun 2011, melanjutkan studinya di Groningen dan New York dan pada tahun 2013 menyelesaikan program Master of Music di PCC, berfokus pada aplikasi musik Bali dalam aransemen dan komposisi Jazz.
Dalam karirnya, telah merilis album bersama Tomorrow People Ensemble di Jakarta pada tahun 2012 dan selain itu juga muncul dalam beberapa rekaman sebagai sideman baik di luar negeri maupun Indonesia seperti: Warpold Wine, Viktorija Pilatovic, SORE, SOVA, TnD, Andien, Anji, Ermy Kullit dan juga dalam scoring film Indonesia seperti: Tabula Rasa dan Cahaya Dari Timur.
Saat ini kembali berdomisili di Jakarta, aktif sebagai pengajar, komposer, arranger, produser, music director dan sutradara pertujukan selain sebagai pemain organ, piano dan keyboards dalam scene musik lokal bersama bandnya TUSLAH dan Tomorrow People Ensemble dan tampil dalam berbagai festival seperti: Java Soulnation Festival, Java Jazz Festival, Indonesian Jazz Festival, Soundrenaline, We The Fest sebagai leader maupun sideman bersama: Jamie Aditya, Dira Sugandi, Andien, Aimee Saras, Aksan Sjuman, Art of Tree, Ermy Kullit, Rien Djamain, Margie Segers, Lala Karmela. Pada Java Jazz 2015, mendapatkan kesempatan khusus untuk menjadi music director, arranger dan di-feature dalam program "The Ladies of Jazz: Ermy Kullit, Margie Segers, Rien Djamain" bersama Trinity youth Orchestra dan di pertengahan tahun menjadi produser dan arranger single Ermy Kullit "Masih Ada Lagi". Pada tahun yang sama, selain menjadi komposer musiknya, juga menyutradai pertunjukan "The Staging of the poem Don quixote by Goenawan Mohamad" yang ditampilkan di Teater Salihara, Ubud Reader Writer Festival 2015 dan Singapore Writers Festival 2015.